Rabu, 11 November 2015

Bersyukurlah...

"Oh iya, udah ngobrol panjang lebar malah belom kenalan. Aku Andira (samaran), mbaknya siapa?"
***

Satu waktu sepulang dari perjalanan, gue bermalam di stasiun menunggu sang fajar tiba. Gue duduk di samping wanita yang gue sapa 'mbak'.

Dia ramah menyambutku, mempersilakan gue duduk di sampingnya. Obrolan demi obrolan tercipta. Hingga sampai pada topik yang sebenarnya gue pun risih ngedengernya. Masalah rumah tangga.

Ya, ibu muda dua anak dengan perawakan manis, putih, sedikit sipit ini begitu gamblang menceritakan satu persatu masalah yang ada di kehidupannya sama orang yang baru banget dia kenal beberapa menit lalu.

Awalnya dia tiba-tiba bilang "mbak, jangan buru-buru nikah, gak enak. Bener deh."

Lah gue bingung ya kenapa dia ngomong ditu. Kemudian dia lanjut cerita.

Suami yang sebenarnya dia nikahi dengan sedikit terpaksa, adalah seorang sipir penjara. Sikap suaminya yang dingin membuat dia sedikit bosen.

Setelah dia nyeritain lebih banyak lagi (tanpa gue minta), ternyata dia masih nyimpen perasaan sama mantan kekasihnya yang udah ninggalin dia 7 tahun lalu dan menikah sama perempuan lain.

Dia masih nyari tau tentang kehidupan mantan kekasih sama istrinya. Gue pikir, mungkin suaminya tau soal ini dan mungkin juga ini yang membuat suaminya bersikap dingin.

"Aku tuh sampe nanya 'Kamu kenapa sih mas gak mau mempublikasikanku dan anak-anak ke medsos?'" Katanya sambil niruin gayanya waktu ngomong sama suaminya.

Spontan gue berkata: "mungkin itu untuk melindungi mbak dan anak-anak. Menyangkut pekerjaan suami mbak, bisa jadi ada napi yang gak suka dengan suami mbak dan mereka mencari tahu tentang keluarga suami mbak. Suami mbak cuma gak mau terjadi apa-apa sama keluarganya."

Anak 21 tahun ini menceramahi ibu dua anak??? Astaga. Entah gue yang 'ketuaan' atau mbak ini yang belum dewasa.

Dia bercerita begitu dramatis, dari pacaran selama 6 tahun, ditinggal tanpa alasan yang jelas, sampai suaminya melamarnya pada saat dia depresi.

Yang menarik adalah, suaminya melamar kala dia depresi karena ditinggal sang kekasih. Dia bilang, ternyata suaminya mencintainya sejak dia SMU kelas 1.

Gue berpikir bahwa Tuhan memilihkannya jodoh yang tepat. Ditinggal sama lelaki yang gak bertanggung jawab, kemudian dilamar sama lelaki yang diam-diam memendam perasaannya sejak SMU. Betapa manisnya.

Tapi ternyata pikiran gue beda sama dia. Dia malah ngerasa gak bersyukur mendapatkan suaminya. Dia kaya nyesel udah nikah sama suaminya. Lagi-lagi dia cerita ini tanpa berat hati. Sama gue, orang yang baru banget dia kenal.

Menikah sama orang yang gak begitu kita cintai emang aneh sih rasanya. Tapi gue sebagai orang 'waras' saat itu melihat hal ini sebagai hal yang manis. Sang suami bersedia pasang badan untuk menikahinya, meskipun resikonya adalah, wanita yang dinikahinya masih belum bisa melupakan mantan kekasihnya.

"Mbak, orang cuek itu biasanya punya rasa sayang yang lebih besar daripada orang yang suka mengumbar gombal lho." Otak gue koslet lagi.

Dia diam dan hanya berkata: "iya sih."

"Oh iya, udah ngobrol panjang lebar malah belom kenalan. Aku Andira (samaran), mbaknya siapa?" Katanya sambil mengakhiri percakapan tentang keluarganya ini.

Syukurlah percakapan ini berakhir, pikirku.



Ok, hikmah dari percakapan 'singkat' kami adalah:
  • Bersyukur atas apa yang kita punya.
  • Cintai orang yang sudah tulus mencintai kita.
  • Hidup ini singkat, lupakan hal yang menyakitkan, jalani yang lebih manis di depan.
  • Nikmati sakitnya jahitan pada luka, sesungguhnya ia akan menyembuhkan dan menutup lukamu (caileeeeeeee).
  • Dan yang terpenting adalah, jangan cerita sedetil ini sama orang yang belom dikenal!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar