"Oh iya, udah ngobrol panjang lebar
malah belom kenalan. Aku Andira (samaran), mbaknya siapa?"
***
Satu waktu sepulang dari perjalanan, gue bermalam di stasiun menunggu
sang fajar tiba. Gue duduk di samping wanita yang gue sapa 'mbak'.
Dia ramah menyambutku, mempersilakan gue duduk di sampingnya. Obrolan demi obrolan tercipta. Hingga sampai pada topik
yang sebenarnya gue pun risih ngedengernya. Masalah rumah tangga.
Ya, ibu muda dua anak dengan perawakan
manis, putih, sedikit sipit ini begitu gamblang menceritakan satu persatu masalah
yang ada di kehidupannya sama orang yang baru banget dia kenal beberapa menit
lalu.
Awalnya dia tiba-tiba bilang "mbak, jangan buru-buru nikah, gak enak. Bener deh."
Lah gue bingung ya kenapa dia ngomong ditu. Kemudian dia lanjut cerita.
Suami yang sebenarnya dia nikahi dengan
sedikit terpaksa, adalah seorang sipir penjara. Sikap suaminya yang dingin
membuat dia sedikit bosen.
Setelah dia nyeritain lebih banyak lagi (tanpa gue minta), ternyata dia masih nyimpen perasaan sama mantan kekasihnya yang
udah ninggalin dia 7 tahun lalu dan menikah sama perempuan lain.
Dia masih nyari tau tentang
kehidupan mantan kekasih sama istrinya. Gue pikir, mungkin suaminya tau soal
ini dan mungkin juga ini yang membuat suaminya bersikap dingin.
"Aku tuh sampe nanya 'Kamu kenapa sih
mas gak mau mempublikasikanku dan anak-anak ke medsos?'" Katanya sambil
niruin gayanya waktu ngomong sama suaminya.
Spontan gue berkata: "mungkin itu
untuk melindungi mbak dan anak-anak. Menyangkut pekerjaan suami mbak, bisa jadi
ada napi yang gak suka dengan suami mbak dan mereka mencari tahu tentang
keluarga suami mbak. Suami mbak cuma gak mau terjadi apa-apa sama keluarganya."
Anak 21 tahun ini menceramahi ibu dua
anak??? Astaga. Entah gue yang 'ketuaan' atau mbak ini yang belum dewasa.
Dia bercerita begitu dramatis, dari pacaran
selama 6 tahun, ditinggal tanpa alasan yang jelas, sampai suaminya melamarnya
pada saat dia depresi.
Yang menarik adalah, suaminya melamar kala dia depresi karena ditinggal sang kekasih. Dia bilang, ternyata suaminya
mencintainya sejak dia SMU kelas 1.
Gue berpikir bahwa Tuhan memilihkannya
jodoh yang tepat. Ditinggal sama lelaki yang gak bertanggung jawab, kemudian
dilamar sama lelaki yang diam-diam memendam perasaannya sejak SMU. Betapa
manisnya.
Tapi ternyata pikiran gue beda sama dia. Dia malah ngerasa gak bersyukur mendapatkan suaminya. Dia kaya nyesel udah nikah sama suaminya. Lagi-lagi dia cerita ini tanpa berat hati.
Sama gue, orang yang baru banget dia kenal.
Menikah sama orang yang gak begitu kita
cintai emang aneh sih rasanya. Tapi gue sebagai orang 'waras' saat itu melihat hal
ini sebagai hal yang manis. Sang suami bersedia pasang badan untuk menikahinya,
meskipun resikonya adalah, wanita yang
dinikahinya masih belum bisa melupakan mantan
kekasihnya.
"Mbak, orang cuek itu biasanya punya
rasa sayang yang lebih besar daripada orang yang suka mengumbar gombal
lho." Otak gue koslet lagi.
Dia diam dan hanya berkata: "iya
sih."
"Oh iya, udah ngobrol panjang lebar
malah belom kenalan. Aku Andira (samaran), mbaknya siapa?" Katanya sambil
mengakhiri percakapan tentang keluarganya ini.
Syukurlah percakapan ini berakhir, pikirku.
Ok, hikmah dari percakapan 'singkat' kami
adalah:
- Bersyukur atas apa yang kita punya.
- Cintai orang yang sudah tulus mencintai kita.
- Hidup ini singkat, lupakan hal yang menyakitkan, jalani yang lebih manis di depan.
- Nikmati sakitnya jahitan pada luka, sesungguhnya ia akan menyembuhkan dan menutup lukamu (caileeeeeeee).
- Dan yang terpenting adalah, jangan cerita sedetil ini sama orang yang belom dikenal!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar